Macaroons, kue berbentuk bulan dan berukuran mini, kian diminati. Para penikmat kudapan akan mendapatkan sensasi luar biasa saat mengonsumsinya.
Kesan renyah saat menggigit bagian luar dan kelembutan berbalut almond saat lidah menyentuh bagian dalam kue. Macaroons adalah alternatif tepat untuk hidangan penutup.
Di Tanah Air, macaroons termasuk kategori jajanan yang diburu. Penggemar kue rela merogoh kocek Rp 7.000- Rp 9.000 per buah. Ini soal cita rasa dan selera. Harga tak jadi soal, berapa pun akan dibayar.
Seperti jenis makanan atau minuman yang lain, macaroons juga memiliki titik kritis kehalalan. Pada prinsipnya, menurut Wakil Direktur LPPOM MUI, Ir Osmena Gunawan, bahan dasar macaroons relatif aman, baik dari segi kehalalan maupun ketayiban.
Meski demikian, tetap perlu dicermati tingkat kehalalannya, baik mencakup bahan maupun cara produksi. “Apakah dengan cara halal atau tidak?” katanya.
Bila diklasifikasikan, maka bahan-bahan itu ada dua kelompok, yaitu bagian luar kue dan isinya. Bahan kulit kue macaroons, antara lain, gula pasir, icing sugar, kastor gula, putih telur, tepung maizena, bubuk almond, garam halus, dan pasta.
Sedangkan, bahan dasar isi macaroons berupa putih telur, gula halus, air jeruk nipis, krim, atau cokelat bubuk sesuai dengan rasa yang diinginkan. Sebelum membeli dan melahap macaroons, ada beberapa titik kritis yang harus dicermati oleh konsumen Muslim.
Rasa manis macaroons terbuat dari gula pasir, icing sugar, dan caster sugar. Ketiga bahan ini aman karena diproduksi dari bahan alami tebu atau bit. Namun, titik kritis yang harus diwaspadai ialah proses pemurnian dengan menggunakan karbon aktif.
Sumber:http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/12/14/mf0rd7-titik-kritis-macaroons-1